Tahun 1258 M, Dinasti Abbasiyah di Baghdad takluk oleh Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan. Saking bencinya pada Islam, mereka membuang buku-buku khazanah Islam yang ada di perpustakaan Baghdad ke Sungai Tigris, yang luasnya hampir sama dengan Sungai Nil.
Kedalamannya 10-11 meter. Begitu banyaknya buku hingga seperti menjadi "jembatan" dari Barat ke Timur sungai. (Qishshotu at-Tartar min al-Bidayah ila 'Ain Jalut).
Luar biasa produktivitas 'ulama saat itu.
- Imam Ibnu Jarir At-Thabari, dalam sehari ia mampu menulis 40 lembar. Seumur hidupnya karya tulisnya sebanyak 584.000 lembar.
- Imam Abul Wafa' 'Ali bin 'Aqil Al Hambali Al Baghdadi, menulis kitab Al Funun dalam 800 jilid, di mana di dalamnya berisi pembahasan tafsir, fiqh, nahwu, ilmu bahasa, sya'ir, tarikh, hikayat dan bahasan lainnya.
- Imam Abu Hatim Ar Rozi menulis kitab musnad dalam 1000 juz.
- Abu Bakar al-Bāqalāni menulis 35 lembar malam hari.
- Imam Ibnu Jauzi meninggalkan karya sebanyak lima ratus buku dan membaca 20.000 judul buku. Jika 1 judul saat itu 300 lembar, maka ia telah membaca 6 juta lembar.
- Ibnu Jarir At-Thabari menulis 40 lembar tulisan dalam sehari.
( _Qimmatul Zaman_ ).
Dan hebatnya lagi, seorang 'ulama saat itu menulis dengan berbagai disiplin ilmu. Multi talenta. Ada yg menulis fiqh tapi juga menulis tentang kedokteran, kesehatan, psikologi, atau astronomi, kepribadian, dll.
Mengapa mereka begitu produktif menulis? Padahal saat itu belum ada PC, Laptop, Printer yang begitu sangat memanjakan penulis. Belum ada wifi, chat gpt, meta, dll. Mereka hanya bermodal pena tinta kertas. Semua serba manual.
Di antara rahasianya adalah
Pertama
Mereka menulis didasari keinginan investasi akhirat. Amal jariyah. Menurunkan ilmu sebagai pewaris Nabi. Tak terlalu terfikir orientasi bisnis dan royalti. Bayangkan, berapa royalti Imam Nawawi penulis Riyadhushsholihin!
Kedua
Kapan mereka menulis, padahal kesibukannya saat itu luar biasa. Ini menunjukkan kemampuan me-manage waktu (harisun 'ala waqtihi). Mereka sadar betul waktu adalah nafas kehidupan. Hari-harinya sedemikian efektif.
- Demikian juga semangat mereka dalam membaca. Ibnu Rusdi disebutkan hanya 2 malam ia terlewat membaca, yakni saat malam pengantin dan malam ia sakratul maut.
- Lihatlah Tsalab al-Nahwi (Ahmad bin Yahya al-Syaibani), diantara sebab wafatnya ia ditabrak kuda saat membaca buku hingga jatuh ke jurang (wafayātu al-Ayān, Ibnu Khillikan).
Ketiga
adalah faktor eksternal, yakni apresiasi Negara (para Sulthan) saat itu, begitu tinggi terhadap penulis. Mungkin sekarang seperti ditanggung oleh APBN.
Keempat
adalah sambutan dari ummat yang begitu antusias terhadap tulisan mereka. Dinanti-nanti. Ummat haus ilmu dengan membaca, membuat mereka semangat menulis.
Semoga kisah hebat 'ulama di atas memotivasi kita, minimal memberi apresiasi.
#inspirasiIndonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar