Rabu, 12 Oktober 2016

Makanatul Qur’an (Kedudukan Al-Qur’an)





Dari sebagian nama-nama Al-Qur’an yang telah kita ketahui di madah sebelumnya (lihat disini), tergambarlah kepada kita makanatul qur’an (kedudukan Al-Qur’an) sebagai pedoman hidup manusia yang begitu lengkap.

Pertama, 
Al-Qur’an adalah kitabun naba-i wal akhbar (kitab berisi berita dan kabar).

Di dalam al-Qur’an terdapat berita-berita tentang kejadian masa lalu maupun kejadian yang akan datang. Al-Qur’an memberitakan kisah para nabi dan rasul terdahulu: Adam, Nuh, Ibrahim, Ya’kub, Yusuf, Musa, Isa, dll.—agar menjadi pelajaran bagi umat manusia. Allah Ta’alaberfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
(Hud, 11: 120)
Al-Qur’an memberitakan kejadian-kejadian yang akan datang. Sebagai contoh, pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam turun ayat tentang kemenangan bangsa Romawi setelah sebelumnya mengalami kekalahan,
الم غُلِبَتِ الرُّومُ فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الأمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). 
(Ar Rum 1-4)
Berita Al-Qur’an ini kemudian terbukti kebenarannya. Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar-Rum tersebut, pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Romawi dan Persia terjadi di Nineveh. Pasukan Romawi secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa bulan kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan Romawi yang mewajibkan mereka untuk mengembalikan wilayah yang mereka ambil dari Romawi.[1]
Al-Qur’an juga mengabarkan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi seperti kejadian hari kiamat, kebangkitan manusia, dan penghisabannya di akhirat kelak. Misalnya disebutkan dalam surat berikut ini,
إِذَا زُلْزِلَتِ الأرْضُ زِلْزَالَهَا (١) وَأَخْرَجَتِ الأرْضُ أَثْقَالَهَا (٢) وَقَالَ الإنْسَانُ مَا لَهَا (٣) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (٤) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (٥)يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (٦) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (٧) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (٨)
(1) Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, (2) dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, (3) dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?” (4) Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, (5) karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) padanya. (6) Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatannya, (7) Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (8) Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. 
(Al-Zalzalah, 99: 1 – 8)

Kedua, 
Al-Qur’an adalah kitabul hukmi wa-syari’ah (kitab hukum dan syari’ah).

Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala telah menetapkan berbagai macam hukum dan syariat yang mengatur kehidupan manusia—sebagai individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dia memerintahkan kepada mereka agar berhukum kepadanya secara konsekwen,
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” 
(Al-Maidah, 5: 49) 

Ketiga, 
Al-Qur’an adalah kitabul jihad (kitab jihad).
Al-Qur’an berbicara tentang jihad di banyak ayat—dalam arti khusus, yakni qital, maupun dalam arti umum, yakni segala bentuk upaya dalam rangka meninggikan kalimat Allah Ta’ala.
Dia berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” 
(Al-Ankabut, 29: 69)
Menurut Abu Sulaiman Ad-Darami “jihad” dalam ayat ini bukan berarti memerangi orang-orang kafir saja, melainkan juga berarti mempertahankan agama, memberantas kezaliman. Dan yang terutama ialah menganjurkan berbuat yang makruf dan melarang dari perbuatan yang mungkar, memerangi hawa nafsu dalam rangka mentaati Allah Ta’ala.

Keempat, 
Al-Qur’an adalah kitabut tarbiyah (kitab pendidikan).
Sebagaimana telah kita ketahui, Al-Qur’an adalah kitab yang mengandung al-mau’izhah(pelajaran),
وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ وَمَثَلاَ مِنَ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” 
(An-Nur, 24: 34)
Dengan bimbingan ayat-ayatnya, manusia menjadi memiliki ma’rifah tentang iman dan amal shaleh,
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” 
(As-Syura, 42: 52)
Al-Qur’an memuat kisah-kisah penuh hikmah yang mengandung banyak pelajaran. Selain kisah para nabi dan rasul, Al-Qur’an pun memuat kisah-kisah orang-orang shaleh seperti: Luqman, ashabul kahfi, Thalut, Dzulkarnain, Maryam, Asiah, dll. Dari kisah-kisah tersebut dan juga ayat-ayatnya secara umum, kita dapat menyimpulkan manhaj qur’ani dalam tarbiyah.

Kelima, 
Al-Qur’an adalah minhajul hayah (pedoman hidup).
Pembahasan tentang hal ini silakan dirujuk ke madah Minhajul Hayah. Ringkasnya, Al-Qur’an telah memuat seluruh pedoman yang dibutuhkan manusia berupa aqidah, ibadah, hukum, mu’amalah, akhlaq, politik, ekonomi dan permasalahan-permasalahan kehidupan lainnya, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala,
مَّافَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَىْءٍ
“Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab”.
(Al-An’am, 6: 38)
Dan firman Allah Ta’ala :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. 
(An-Nahl, 16: 89)
Al-Qurthubi berkata dalam menafsirkan firman Allah di atas: “Yakni di dalam Al-Lauh Al-Mahfud. Karena sesungguhnya Allah sudah menetapkan apa yang akan terjadi, atau yang dimaksud yakni di dalam al-Qur’an yaitu Kami tidak meninggalkan sesuatupun dari perkara-perkara agama kecuali Kami menunjukkannya di dalam al-Qur’an, baik penjelasan yang sudah gamblang atau global yang penjelasannya bisa didapatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau dengan ijma’ ataupun qias berdasarkan nash al-Qur’an”. 
(Juz 6 hal. 420).
Kemudian Al-Quthubi juga berkata: “Maka benarlah berita Allah, bahwa Dia tidak meninggalkan perkara sedikitpun dalam al-Qur’an baik secara rinci ataupun berupa kaidah.

Ath-Thabari berkata dalam menafsirkan ayat (وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ) “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu”. (An-Nahl: 89): “Al-Qur’an ini telah turun kepadamu wahai Muhammad sebagai penjelasan apa yang dibutuhkan manusia, seperti mengetahui halal dan haram dan pahala dan siksa. Dan sebagai petunjuk dari kesesatan dan rahmat bagi yang membenarkannya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, berupa hukum Allah, perintahNya dan laranganNya, menghalalkan yang halal mengharamkan yang haram. …Dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri …… beliau berkata : “dan sebagai gambar gembira bagi siapa saja yang ta’at kepada Allah dan tunduk kepadaNya dengan bertauhid dan patuh dengan keta’atan, maka Allah akan berikan kabar gembira kepadanya berupa besarnya pahala di akhirat dan keutamaan yang besar. (Juz 14 hal. 161).[2]
Demikianlah keagungan Al-Qur’an, tergambar dari nama-nama dan kedudukannya yang mulia.
Wallahu A’lam….
Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar