Sabtu, 29 Juni 2024

Luka Tarbiyah



Aunur Rofiq

*Luka Tarbiyah*

Dalam dunia parenting dikenal istilah luka pengasuhan, rupanya dalam aktifitas Tarbiyah (Pembinaan) berpeluang juga muncul *Luka Pembinaan*.

*Luka Tarbiyah* mungkin saja ada dalam aktifitas Tarbiyah. Namun bagaimana kita menyikapi luka Pembinaan ?
Shiroh Nabawiyah menjadi muhasabah tarbawiyah.

Syawal tahun 8 H, selama 10 malam di _Ji'ranah,_ hari itu ada kecewa. Ada kebijakan Rasulullah yang tak dipahami. Ada keputusan yang di salah mengerti. Sangat manusiawi kelihatannya. Orang-orang Anshar merasa disisihkan selepas perang Hunain yang menggemparkan.

Mereka telah berjuang total. Mereka berperang di sisi Rasul dengan penuh kecintaan. Tapi, harta rampasan perang lebih banyak dibagikan pada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Sementara pada mereka, seakan hanya memperoleh sisa.

Maka sekelompok orang Anshar merasa keberatan dengan 'kebijakan' ini.  Ada yang "memercikan api" mengatakan, _"Demi Allah, Rasulullah SAW telah mementingkan kaumnya sendiri_."

Sa'ad bin Ubadah kemudian mengadukan hal tersebut kepada beliau, seraya berkata, _"Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Anshar merasa keberatan  terhadap keputusanmu dalam pembagian harta Fai'_ (_rampasan yang didapat tanpa peperangan) itu_ _Engkau lebih mementingkan kaummu dan  kabilah-kabilah Arab lainnya, sedangkan mereka (orang Anshar ) hanya mendapatkan bagian sangat sedikit_

Mendengar pengaduan Sa'ad, beliau bertanya, _"Wahai Sa'ad, kamu berada di pihak mana_ (mewakili siapa) ?" Sa'ad menjawab, _"Wahai Rasulullah, aku ini hanyalah bagian dari kaumku_." Rasulullah SAW kemudian meneruskan , _"Kalau demikian , kumpulkan kaummu di tempat ini."_  Rasulullah SAW berusaha  menenangkan situasi.

Kemudian Rasulullah SAW mendatangi mereka seraya memuji kepada Allah, beliau berkata, _"Wahai kaum Anshar Bukankah aku datang kepada kalian dahulu saat kalian dalam kesesatan, lalu Allah berikan petunjuk? Kalian dalam keadaan miskin, lalu Dia mencukupkan ? Kalian saling bermusuhan, lalu Dia menyatukan hati ?"_

Mereka serentak  menjawab, _"Benar, hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama. 'Dengan apa lagi kami harus menjawab pertanyaanmu wahai Rasulullah ?' Karena sesungguhnya hanya Allah dan Rasul-Nya yang memiliki Karunia dan Keutamaan itu_." jawab mereka.

Lalu Rasulullah SAW meneruskan 
_"Demi Allah, jika mau kalian bisa mengatakan, 'Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkan. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan lemah, lalu kami menolongmu. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan terusir, lalu kami memberikan tempat kepadamu. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu kami yang menampungmu_.'
_"Apakah ada dalam hati kalian keinginan terhadap materi yang telah aku gunakan untuk melunakkan hati suatu kaum agar mereka istiqamah dengan Islam? Sedangkan aku sudah sangat percaya dengan  keislaman kalian ? Tidakkah kalian ridha, wahai kaum Anshar, orang-orang pulang dengan membawa domba dan unta sedangkan kalian pulang dengan membawa Rasulullah SAW ke rumah kalian ? Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, andai saja bukan karena hijrah niscaya aku adalah salah seorang Anshar. Andaikata orang-orang memilih jalan di antara celah-celah bukit, lalu orang Anshar memilih jalan lain, niscaya aku memilih jalan yang ditempuh orang Anshar."_

Kata-kata Rasulullah SAW itu sangat  menggetarkan hati orang- orang yang diselimuti keimanan. Suasana mendadak senyap, kecuali suara Rasulullah yang teduh. Beberapa sahabat mulai menangis sesenggukan, _Kami ridha dengan pembagian yang diberikan Rasulullah SAW_." 

Kisah di atas teramat panjang. Darinya kita belajar bagaimana dalam komunitas kebaikan sekalipun, kekecewaan itu nyaris tak dapat dielakkan.

Setiap kita mungkin pernah kecewa. Sebabnya bisa bermacam-macam. Tapi sebagiannya karena kita tak bersepaham dengan orang lain; apakah kelakuannya, kebijakannya, pernyataannya, perhatiannya, atau apapun. Kita pun bisa kecewa karena merasa tidak mendapat dukungan yang memadai. Kecewa itu bisa muncul di mana-mana, bahkan dalam dakwah sekalipun.

Hanya kekuatan imanlah yang mampu menjaga kita dari penyikapan yang salah saat kecewa. 

Sejak memilih jalan dakwah, niat kita bukan karena ingin selalu disenangkan. Bukan pula hasrat untuk terus dimenangkan.

Kita bukan kumpulan para malaikat yang suci atau nabi yang maksum. Kita adalah insan yang terikat ketika ber-syahadat, berusaha menjalani dan berkomitmen. 

Jika hati komitmen benar-benar tulus, maka hati akan tetap lapang untuk memaafkan setiap kesalahan saudara-saudara seperjuangan. Sehingga tidak tersisa tempat sekecil apa pun untuk permusuhan dan dendam.

Jika kita benar-benar tulus, niscaya kelembutan hati anggota jamaah akan terwujud. Fenomena ingin menang sendiri saat berbeda pendapat akan jarang terjadi.

Jika kita benar dalam komitmen maka anggota akan segera menunaikan kewajiban keuangannya untuk dakwah tanpa dihinggapi rasa ragu sedikit pun. Semboyannya adalah *"Apa yang ada padamu akan sirna dan apa yang ada di sisi Allah akan kekal."*

Semoga Allah menjaga keistiqamahan kita dan menguatkan keikhlasan kita dalam beramal.

*Endah Suci.W*
(Peserta Sekolah Kepenulisan DPD PKS Kota Bekasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar