Sabtu, 29 Juni 2024

Luka Tarbiyah



Aunur Rofiq

*Luka Tarbiyah*

Dalam dunia parenting dikenal istilah luka pengasuhan, rupanya dalam aktifitas Tarbiyah (Pembinaan) berpeluang juga muncul *Luka Pembinaan*.

*Luka Tarbiyah* mungkin saja ada dalam aktifitas Tarbiyah. Namun bagaimana kita menyikapi luka Pembinaan ?
Shiroh Nabawiyah menjadi muhasabah tarbawiyah.

Syawal tahun 8 H, selama 10 malam di _Ji'ranah,_ hari itu ada kecewa. Ada kebijakan Rasulullah yang tak dipahami. Ada keputusan yang di salah mengerti. Sangat manusiawi kelihatannya. Orang-orang Anshar merasa disisihkan selepas perang Hunain yang menggemparkan.

Mereka telah berjuang total. Mereka berperang di sisi Rasul dengan penuh kecintaan. Tapi, harta rampasan perang lebih banyak dibagikan pada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Sementara pada mereka, seakan hanya memperoleh sisa.

Maka sekelompok orang Anshar merasa keberatan dengan 'kebijakan' ini.  Ada yang "memercikan api" mengatakan, _"Demi Allah, Rasulullah SAW telah mementingkan kaumnya sendiri_."

Sa'ad bin Ubadah kemudian mengadukan hal tersebut kepada beliau, seraya berkata, _"Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Anshar merasa keberatan  terhadap keputusanmu dalam pembagian harta Fai'_ (_rampasan yang didapat tanpa peperangan) itu_ _Engkau lebih mementingkan kaummu dan  kabilah-kabilah Arab lainnya, sedangkan mereka (orang Anshar ) hanya mendapatkan bagian sangat sedikit_

Mendengar pengaduan Sa'ad, beliau bertanya, _"Wahai Sa'ad, kamu berada di pihak mana_ (mewakili siapa) ?" Sa'ad menjawab, _"Wahai Rasulullah, aku ini hanyalah bagian dari kaumku_." Rasulullah SAW kemudian meneruskan , _"Kalau demikian , kumpulkan kaummu di tempat ini."_  Rasulullah SAW berusaha  menenangkan situasi.

Kemudian Rasulullah SAW mendatangi mereka seraya memuji kepada Allah, beliau berkata, _"Wahai kaum Anshar Bukankah aku datang kepada kalian dahulu saat kalian dalam kesesatan, lalu Allah berikan petunjuk? Kalian dalam keadaan miskin, lalu Dia mencukupkan ? Kalian saling bermusuhan, lalu Dia menyatukan hati ?"_

Mereka serentak  menjawab, _"Benar, hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih utama. 'Dengan apa lagi kami harus menjawab pertanyaanmu wahai Rasulullah ?' Karena sesungguhnya hanya Allah dan Rasul-Nya yang memiliki Karunia dan Keutamaan itu_." jawab mereka.

Lalu Rasulullah SAW meneruskan 
_"Demi Allah, jika mau kalian bisa mengatakan, 'Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkan. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan lemah, lalu kami menolongmu. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan terusir, lalu kami memberikan tempat kepadamu. Engkau dahulu datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu kami yang menampungmu_.'
_"Apakah ada dalam hati kalian keinginan terhadap materi yang telah aku gunakan untuk melunakkan hati suatu kaum agar mereka istiqamah dengan Islam? Sedangkan aku sudah sangat percaya dengan  keislaman kalian ? Tidakkah kalian ridha, wahai kaum Anshar, orang-orang pulang dengan membawa domba dan unta sedangkan kalian pulang dengan membawa Rasulullah SAW ke rumah kalian ? Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, andai saja bukan karena hijrah niscaya aku adalah salah seorang Anshar. Andaikata orang-orang memilih jalan di antara celah-celah bukit, lalu orang Anshar memilih jalan lain, niscaya aku memilih jalan yang ditempuh orang Anshar."_

Kata-kata Rasulullah SAW itu sangat  menggetarkan hati orang- orang yang diselimuti keimanan. Suasana mendadak senyap, kecuali suara Rasulullah yang teduh. Beberapa sahabat mulai menangis sesenggukan, _Kami ridha dengan pembagian yang diberikan Rasulullah SAW_." 

Kisah di atas teramat panjang. Darinya kita belajar bagaimana dalam komunitas kebaikan sekalipun, kekecewaan itu nyaris tak dapat dielakkan.

Setiap kita mungkin pernah kecewa. Sebabnya bisa bermacam-macam. Tapi sebagiannya karena kita tak bersepaham dengan orang lain; apakah kelakuannya, kebijakannya, pernyataannya, perhatiannya, atau apapun. Kita pun bisa kecewa karena merasa tidak mendapat dukungan yang memadai. Kecewa itu bisa muncul di mana-mana, bahkan dalam dakwah sekalipun.

Hanya kekuatan imanlah yang mampu menjaga kita dari penyikapan yang salah saat kecewa. 

Sejak memilih jalan dakwah, niat kita bukan karena ingin selalu disenangkan. Bukan pula hasrat untuk terus dimenangkan.

Kita bukan kumpulan para malaikat yang suci atau nabi yang maksum. Kita adalah insan yang terikat ketika ber-syahadat, berusaha menjalani dan berkomitmen. 

Jika hati komitmen benar-benar tulus, maka hati akan tetap lapang untuk memaafkan setiap kesalahan saudara-saudara seperjuangan. Sehingga tidak tersisa tempat sekecil apa pun untuk permusuhan dan dendam.

Jika kita benar-benar tulus, niscaya kelembutan hati anggota jamaah akan terwujud. Fenomena ingin menang sendiri saat berbeda pendapat akan jarang terjadi.

Jika kita benar dalam komitmen maka anggota akan segera menunaikan kewajiban keuangannya untuk dakwah tanpa dihinggapi rasa ragu sedikit pun. Semboyannya adalah *"Apa yang ada padamu akan sirna dan apa yang ada di sisi Allah akan kekal."*

Semoga Allah menjaga keistiqamahan kita dan menguatkan keikhlasan kita dalam beramal.

*Endah Suci.W*
(Peserta Sekolah Kepenulisan DPD PKS Kota Bekasi)

Minggu, 23 Juni 2024

Ketika Imam Malik dan Imam Syafi’i beda pendapat tentang Rezeki



Imam Malik (Guru Imam Syafi'i) berkata, "Sesungguhnya rezeki itu datang tanpa sebab, cukup dengan bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki. Lakukan bagianmu, lalu biarkan Tuhan yang mengurus sisanya."

Imam Syafii bertanya, "Jika seekor burung tidak keluar dari sangkarnya, bagaimana mungkin ia mendapat rezeki?".  Guru dan murid itupun tetap teguh dalam pendapatnya masing-masing.

Suatu ketika Imam Syafii pergi berjalan-jalan dan melihat sekelompok petani sedang memanen buah  anggur. Beliau juga membantu mereka.

Setelah pekerjaannya selesai, Imam Syafii menerima imbalan berupa beberapa ikat  anggur. Imam Syafii senang bukan karena mendapat anggur, tapi karena hadiah itu menguatkan pendapatnya.

Imam Syafi'i akhirnya bergegas menemui gurunya Imam Malik. Sambil meletakkan semua anggur yang didapatnya, beliau menceritakan, dan sedikit mengeraskan kalimatnya, "Jika saya tidak keluar dari gubuk dan melakukan sesuatu (membantu memanen), tentu anggur tidak akan pernah sampai ke tangan saya."

Mendengar perkataan Imam Syafi'i, gurunya Imam Malik tersenyum sambil mengambil anggur dan mencicipinya.

Kemudian Imam Malik berkata dengan lembut, "Hari ini saya tidak keluar, hanya mengambil pekerjaan sebagai guru, dan sedikit berpikir alangkah baiknya jika di hari yang panas ini saya bisa menikmati  anggur. Tiba-tiba engkau datang membawakanku beberapa buah  anggur segar. Bukankah ini juga bagian dari rezeki yang datang tanpa alasan. Cukup dengan tawakkal kepada Allah, pasti Allah akan memberikan Rezeki. Lakukan bagianmu, lalu biarkan Allah yang mengurus sisanya."

Akhirnya, guru dan murid itu saling tertawa. Begitulah cara para ulama melihat perbedaan, bukan dengan menyalahkan orang lain dan hanya membenarkan pendapat mereka. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.*

#jangkauan #fyp #sorotan #reels #dakwah #islami

Sabtu, 22 Juni 2024

Penggunaan kata “wathan” di dunia Islam



Orang yang pertama memasarkan penggunaan kata "wathan" di dunia Islam adalah Syekh Rifa'ah al-Tahtawi, setelah lima tahun hidup di Paris (1831-1836 M), di mana Tahtawi menyaksikan pergolakan pemikiran dan gagasan-gagasan yang mendominasi di tengah-tengah masyarakat Paris pada saat itu. Secara sengaja atau tidak sengaja, kemudian Tahtawi jatuh ke dalam pengaruh pandangan Barat yang dia rasakan, dan kemudian dia pulang ke Mesir membawa pandangan tersebut.

Jadi, pasca kembalinya Tahtawi ke Mesir itulah untuk pertama kalinya kita mendengar istilah "wathan" dan "hubbul wathan" dengan arti nasionalisme yang sedang berkembang di Eropa.

Sebagaimana kita ketahui bahwa paham nasionalisme merupakan sebuah paham yang berdiri di atas landasan fanatisme terhadap sebuah wilayah tertentu dengan batas-batas tertentu yang ingin dijadikan sebagai kesatuan entitas, di mana sejarah lamanya dikaitkan dengan sejarah kontemporernya agar menjadi sebuah satu kesatuan yang utuh dan memikiki kepribadian sendiri, yang berbeda dengan wilayah-wilayah lain; baik dari kalangan kaum Muslim sendiri maupun non Muslim.

Dan dalam konteks inilah untuk pertama kalinya kita menjumpai adanya perhatian terhadap sejarah kuno diserukan dalam rangka memperkokoh konsep nasionalisme modern ini.

Dalam rangka memperkuat kekuasaan nasionalisme serta menjadikannya sebagai poros loyalitas warga negara (muwathin)-nya, para penguasa di dalam kekuasaan dalam konsep nasionalisme selalu berupaya untuk menciptakan budaya-budaya yang berbasis nasionalisme, dengan cara membangkitkan kebanggaan yang berasas nasionalisme yang bersumber dari sejarah budaya dan pemikiran serta politik bagi wilayah tersebut.

Dan tentu tidak boleh ketinggalan, para penjaga kekuasaan atas dasar nasionalisme mesti menciptakan simbol-simbol nasionalisme, mulai dari bendera, lagu kebangsaan, hingga membuat patung dan berhala-berhala bagi para tokoh yang menonjol di medan pemikiran dan politik.


#Nasionalisme #Kebangsaan #NegaraBangsa #NegaraIslam #SyariatIslam #SyariahKhilafah #KhilafahAjaranIslam #IslamKaffah #IslamBersaudara #MuslimBersaudara #IslamBersatu #MuslimBersatu #MuslimBertauhid #SekularismeMerusakTauhid

Senin, 17 Juni 2024

Menjadi Burung Buta dan Lumpuh





πŸ€ Syaqiq Al-Balkhy, seorang zahid, bermaksud menggeluti dunia bisnis. Ia berpamitan kepada Ibrahim bin Adham, juga seorang zahid yang sangat wara'. 

πŸ€ Ibrahim berdoa agar Syaqiq diberkahi dalam bisnisnya, senantiasa zahid, dan melaksanakan ibadah dan dzikir. Namun, baru beberapa hari meninggalkan kampung halamannya, Syaqiq kembali. Ibrahim merasa heran dan bertanya, "Mengapa engkau kembali lagi?" 

πŸ€ Syaqiq menceritakan peristiwa yang membuatnya kembali pulang dan meninggalkan tekadnya semula. "Tatkala saya singgah di tengah perjalanan untuk beristirahat, saya memasuki reruntuhan rumah untuk suatu keperluan. Di dalamnya saya melihat seekor burung yang buta lagi lumpuh, tentu saja tak mampu bergerak, apalagi terbang. Saya merasa iba melihatnya. Kemudian saya berkata sendiri, 'Dari mana burung malang ini bisa mendapatkan makanan di tempat ini?' Tak lama kemudian, seekor burung lain membawa makanan, menyuapi burung yang buta dan lumpuh tersebut. 
 
πŸ€ Saya mengamatinya sampai beberapa hari. Terbesit di hati saya, 'Sesungguhnya yang memberikan rezeki kepada burung yang buta dan lumpuh di reruntuhan ini, juga mampu memberikan rezeki kepadaku.' Lalu saya menetapkan kembali ke kampung halaman." 

πŸ€ Ibrahim bin Adham berkata, "Subhanallah! Wahai Syaqiq! Mengapa engkau rela menjadikan diri sendiri sebagai burung buta dan lumpuh yang hanya bisa menunggu pertolongan yang lain? Mengapa engkau tidak bertekad menjadi burung lain yang berusaha dan berjerih payah, lalu kembali sambil membawa hasil jerih payahnya untuk disuapkan kepada burung yang buta dan hanya duduk-duduk saja? 

πŸ€ "Tidakkah engkau mendengar sabda Nabi SAW, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?" Syaqiq bangkit menghampiri Ibrahim, lalu memeluk tangannya. Seraya berkata, "Engkau adalah guru kami, Wahai Abu Ishaq!" 

πŸ€ Kisah di atas setidaknya mengandung tiga hikmah. 

πŸ€Pertama, setiap makhluk di bumi rezekinya diatur Allah. 

πŸ€Kedua, meskipun demikian, kita tidak boleh berpangku tangan atau menunggu saja kedatangan rezeki itu.
Ia harus dicari dengan ikhtiar (bekerja). Islam tidak menghendaki umatnya berpangku tangan, menunggu uluran tangan orang lain. 

πŸ€ Ketiga, umat Islam mesti berusaha menjadi pemberi, bukan penerima. Rezeki diberikan Allah kepada orang yang bertawakal, yakni berserah diri kepada-Nya sambil berusaha.

πŸ€ "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam keadaan kenyang" (HR. At-Tirmidzi). 

πŸ€ Allah SWT tidak akan menjamin kekenyangan kepada burung yang pergi, kecuali kepergiannya untuk aktif bergerak dan menyebar mencari makan. Demikian pula halnya dengan manusia. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara memenuhi kebutuhan ruhani dan jasmani.

πŸ€ "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi..." (QS. Al Qashshah [28]: 77).
πŸ€πŸ€
Oleh ASM Romli
πŸ€πŸ€

Reshared by Kustiyadi

Siti Hajar Protes



Mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak ada siapapun dan tdk ada apapun ?
Ia hanya menduga bahwa ini akibat kecemburuan Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberinya putra.

Hajar mengejar Ibrahim AS, suaminya, dan berteriak:

"Mengapa engkau tega meninggalkan kami di sini, bagaimana kami bisa bertahan hidup?"

Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh membasahi pipinya.
Perasaannya terjepit antara *pengabdian* dan *pembiaran*.
Hajar masih terus mengejar sambil terus menggendong Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit.

"Wahai suamiku, ayahanda Ismail, Apakah ini Perintah Tuhanmu ?"

Kali ini Ibrahim AS, Sang Khalilullah, berhenti melangkah.
Dunia seolah berhenti berputar.
Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Ibrahim AS.
Butir pasir seolah terpaku kaku. 
Angin seolah berhenti mendesah.

Pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan Hajar membuat semuanya terkesiap.
Ibrahim AS membalik tegas, dan berkata:

"Ya, ini perintah Tuhanku !"

Hajar berhenti mengejar, dan dia terdiam.
Lantas meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang mengagetkan semua malaikat, serta menggusarkan butir pasir dan angin;

"Jika ini perintah Tuhanmu, pergilah wahai suamiku. Tinggalkan kami di sini. 
Jangan khawatir, Allah akan menjaga kami."

Ibrahim AS pun beranjak pergi.

Dilema itu sirna sudah.
Ini sebuah Pengabdian, atas nama perintah Allaah, bukan pembiaran.

Itulah IKHLAS...

IKHLAS _adalah wujud sebuah keyakinan mutlak, pada Sang Maha Mutlak._

Ikhlas adalah kepasrahan, bukan mengalah apalagi menyerah kalah.

Ikhlas itu adalah _ketika engkau sanggup untuk berlari, mampu untuk melawan dan kuat untuk mengejar,_ namun.. engkau *memilih* untuk *patuh* dan *tunduk*.

Ikhlas adalah sebuah kekuatan untuk menundukkan diri sendiri dan semua yang engkau cintai.

_Ikhlas adalah memilih jalan-Nya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain._

Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengkalkulasi hasil akhir.

_Ikhlas tak pernah berhitung, tak pernah pula menepuk dada._

*LIkhlas itu tangga menuju Allaah.

_Mendengar Perintah-Nya,_ *Menaati-Nya.*

IKHLAS adalah IKHLAS itu sendiri. Murni tanpa embel² kepamrihan apapun. Suci bersih 100 persen, hanya karena Allaah dan mengikuti Kehendak Allaah, tidak yang lain

IKHLAS ADALAH KARUNIA ALLAH YG DIBERIKAN ALLAH KEPADA HAMBA² YG DICINTAI NYA

Setelah ditinggal suaminya, Ibrahim, Hajar mengendong putranya Ismail. Sambil lapar dan haus Hajar terduduk setelah perjuangannya mencari air dari Shafa ke Marwa... dan dari Marwa ke Shafa sampai 
7x , sementara itu kaki Ismail mengepak-ngepak ke pasir dan keluarlah air ...., air zamzam, dan di situlah Hajar dan Ismail hidup selama belasan tahun. Setelah lsmail remaja datanglah Ibrahim dengan perintah Allaah untuk menyembelih Ismail anak semata wayangnya... yg sangat dicintainya... yg lama dia harapkan.. yg dikaruniai Allah setelah ia berumur 100 th... anak yg sangat sholeh...

Ibrahim dan Ismail, ikhlas, patuh dan sabar akan perintah  Allaah...... 
Ketika Ismail sudah dibaringkan dan siap disembelih ...... ternyata Allah SWT mengganti Ismail dengan domba yg besar.

Sekarang,
*"Setiap kita adalah IBRAHIM'* dan setiap Ibrahim punya *'ISMAIL'.....*

Ismailmu mungkin *'HARTAMU',*
Ismailmu mungkin *'JABATANMU',*
Ismailmu mungkin *'GELARMU',*
Ismailmu mungkin *'EGOMU',*
Ismailmu adalah sesuatu yang kau *'SAYANGI'* dan kau *'PERTAHANKAN'* di dunia ini ....
Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, Ibrahim hanya *diminta Allah untuk membunuh rasa 'KEPEMILIKAN' terhadap Ismail.*
Karena hakekatnya semua adalah milik Allah...

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahkan 
Kesalihan dan Keikhlasan Nabi Ibrahim serta keihlasan  dan kesabaran Nabi Ismail kepada kita semua.

*_Karena di hadapan Allah hanya ketaqwaan kita yang diterima-Nya.._*

Semoga kita termasuk ke dalam orang yang bertaqwa dan senantiasa dirahmati ALLAH SWT..🀲

Kamis, 13 Juni 2024

Meningkatkan Semangat Berkurban

 

Beberapa kata-kata motivasi untuk meningkatkan semangat berkurban di Hari Raya Idul Adha:

1.  "Berbagi adalah bentuk cinta tertinggi. Dengan berkurban, kita berbagi kebahagiaan dengan sesama."

2.  "Kurban adalah wujud ketakwaan kita kepada Allah SWT. Semakin ikhlas kita berkurban, semakin dekat kita kepada-Nya."

3.  "Semangat berkurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi juga menyembelih sifat egois dan menggantinya dengan rasa peduli."

4.  "Dengan berkurban, kita meneladani keteguhan iman Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari kisah mereka."

Rabu, 05 Juni 2024

Keteladanan Umar bin Khattab dan Sifat-sifat Mulianya sebagai Khalifah



πŸ‚ Umar bin Khattab adalah khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia dijuluki sebagai Al Faruq yang artinya pembeda karena ia dapat membedakan yang benar dan yang batil, yang baik dan yang buruk.


πŸͺ Umar bin Khattab memiliki banyak sifat-sifat mulia yang patut diteladani oleh umat Muslim, yakni sebagai berikut.

Selasa, 04 Juni 2024

Keutamaan Berusaha Dan Punya Penghasilan

Berikut adalah penjelasan mengenai tiga poin materi tentang keutamaan berusaha dan punya penghasilan:

1. Larangan Meminta-Minta

Larangan meminta-minta dalam Islam merupakan ajaran yang sangat ditekankan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan:

- Menjaga Harga Diri:
Meminta-minta dianggap sebagai tindakan yang merendahkan harga diri seseorang. Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja keras dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidup.

- Menghindari Ketergantungan:
Dengan meminta-minta, seseorang menjadi tergantung pada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk mandiri dan berusaha sendiri.

- Hadis Nabi:
Rasulullah SAW bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah" (HR. Bukhari dan Muslim), yang artinya orang yang memberi lebih baik daripada yang meminta.

Senin, 03 Juni 2024

Meneladani Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu



🐏 Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling utama bahkan ia adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk Islam tatkala orang-orang masih mengingkari Nabi.

πŸ‚ Ammar bin Yasir radhiallahu 'anhu mengatakan, "(Di awal Islam) Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu 'anhum 'ajmain." (Riwayat Bukhari).

Berlari kah ..... atau Cukup Berjalan ?



Ψ§Ω„Ψ³Ω„Ψ§Ω… ΨΉΩ„ΩŠΩƒΩ… ΩˆΨ±Ψ­Ω…Ψ© Ψ§Ω„Ω„Ω‡ ΩˆΨ¨Ψ±ΩƒΨ§ΨͺΩ‡ 


Sedulurku...... 
Kapan kita harus berlari...? 
Kapan kita harus berjalan......? 

Beginilah al-Qur'an bertutur, membuat sebuah panduan yang berharga, bahwa apa yang kita tuju menentukan cara kita untuk sampai kepada-Nya......
Jangan terbalik dalam memperlakukannya. 

 URUSAN Berdzikir  Urusan Sholat, perintahnya adalah Berlarilah !

"Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan sholat Jum'at, maka BERLARILAH kalian untuk MENGINGAT Allah dan tinggalkanlah jual beli."
 
(QS. Al-Jum'ah : 9)

Minggu, 02 Juni 2024

Edukasi dalam Penguatan Tauhid

Bagi seorang muslim ada edukasi yang tidak pernah berhenti dalam penguatan tauhid dan mengajarkan selalu produktif bagi dirinya hingga akhir hayat.

Maksudnya?

Begini. Di saat dzikir pagi ada satu do'a; dalam do'a tersebut setidaknya ada lima hal yang kita dapatkan.

Pertama, Diingatkan agar tidak menyekutukan Allah.

Laa ilaha illaha wahdahu laa syarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qodir.

(Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatunya.)

Yang "Nongki" Di Jalan Dakwah



(Seri Indonesia Membina)

@ Dwi Budiyanto

Ada seorang murabbi di Yogyakarta, enam puluh tahun usianya. Tak banyak di antara kita mengenalnya. Empat kali dalam sepekan ia menempuh jarak 60 Km lebih untuk mengisi forum pembinaan pekanan dan taklim rutin, di daerah Gunungkidul._

Dengan motor ia tempuhi jalan terjal dan menanjak. Ia tampil sebagai dai dan murabbi yang tak berpikir popularitas.

****

"Selagi konsisten membina, insya Allah, kita tidak pernah menganggur di jalan dakwah ini. Kalau tidak mau membina, terus kita mau ngapain?" demikian kata Ustadz Cholid Mahmud ~Allahuyarham, suatu ketika.