Senin, 04 November 2019

MUSIK antara Haram dan Halal : Bagian-2: Pendapat yang menghalalkan



Bagian-2: Pendapat yang menghalalkan

Pendapat yang menghalalkan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Maidah: 87).
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (١١)
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).” (QS. Al-Jumu’ah: 11).

Al-Lahwu, seperti dalam surat Luqman ayat 6 di atas, bermakna lagu dan sejenisnya. Jika lagu diharamkan, maka sama halnya dengan jual beli (perdagangan). Sama-sama diharamkan, karena keduanya berada dalam satu susunan lafaz.

Menurut Imam Al-Ghazali tidak ada illat yang kuat tentang keharaman lagu dan musik, tapi hanya disandarkan pada kesenangan dan keindahan yang baik-baik saja. Al-Ghazali menghalalkan musik.

Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
“Nabi saw. mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: ‘Diantara kita ada Nabi saw. yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.’ Maka Nabi saw. bersabda, ‘Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”’ (HR. Bukhari).
Dari ‘Aisyah ra. berkata: Suatu hari Abu Bakar masuk ke rumah Rasul, disana ada dua jariyah yang sedang bernyanyi dengan memainkan rebana, mereka sudah biasa bernyanyi, sedangkan Rasulullah terhalang dengan tirainya. Abu Bakar melarang keduanya, sehingga Rasulullah saw. membuka tirai sambil berkata:
“Biarkan mereka berdua, wahai Abu Bakar, karena masing-masing kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Aisyah ra:
“Dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah saw. bersabda, ‘Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.”’ (HR. Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra.:
“Sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan sya’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata, ‘Aku pernah bersya’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah saw.)’” (HR. Muslim).
Allah itu Mahaindah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)

Prof. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Misbah, 
menulis sebagai berikut:
Sebelum masuk dalam hukum haram-halal musik, ada baiknya untuk menelusuri bagaimana konteks asbab nuzul yang melatar belakangi pengharaman musik pada masa Nabi dahulu kala.
Pada masanya, Al-Quran merupakan karya seni terindah, bahkan sampai saat ini. Sehingga waktu Al-Qur’an diturunkan masyakarat Arab ataupun Non Arab terpesona dengan lantunan Al-Qur’an yang merdu, membuat hati terenyuh.
Sementara saat itu ada orang-orang yang merasa tidak senang dengan Islam dan ingin mengalihkan masyarakat dari mendengarkan Al-Qur’an. 
Maka pergilah dia ke Persia membeli buku-buku bagus yang mereka harapkan bisa mengalihkan masyarakat muslim dari Al-Qur’an. Ada pula yang mengundang penyanyi-penyanyi.
Nah, karena nyanyian itu berpotensi mengalihkan umat dari Al-Qur’an maka turunlah ayat berikut:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang meng¬hinakan (QS. Luqman: 6).

Syaikh Yusuf Qardlawi menyampaikan bahwa yang dimaksud lahwal hadits dari ayat di atas adalah musik, ia bukan satu-satunya penafsiran untuk ayat tersebut. Sebab, ada sebagian ulama yang menafsirkan lain bahwa yang dimaksud lahwal hadis adalah berita atau kisah bohong.

Menurut penulis Tafsir al-Misbah tersebut, kata lahwun artinya sesuatu yang sia-sia. Sehingga, kata lahwun di sini dipahami sebagai sesuatu hal tidak penting yang orang lakukan, sehingga mengakibatkan hal penting terabaikan. Atau, dalam konteks lebih luas melakukan sesuatu yang penting mengakibatkan perbuatan yang lebih penting terabaikan.

Ustaz Quraish meneruskan, “Intinya di sini. Kalau tidak mengabaikan sesuatu yang penting, tidak melengahkan dari mengingat Allah maka (musik) boleh-boleh saja. Agama itu melarang kalau itu menyita waktu sedemikian rupa sehingga apa yang penting terabaikan.”

Apalagi sudah fitrah manusia menyenangi keindahan, tetapi jangan sampai keindahan yang didengar atau diekspresikannya membuat manusia menyimpang dari fitrah. Jadi garis merahnya di sini, musik boleh selama masih dalam batasan koridor yang dibolehkan Islam.
“Jika konten nyanyiannya membuat seseorang tambah mencintai tanah air, membuat hubungan pertemanan erat, atau selama tidak mengantarkan pada hal yang menyimpang dalam Islam; tidak masalah, ”kata Prof. Quraish lagi.
Sebagai contoh Nabi saw. pernah kehadiran di rumahnya dua penyanyi wanita. Ketika Abu Bakar masuk, ia menghardik penyanyi-penyanyi itu karena menyanyi di rumah Nabi. 

Kata Nabi, “Biarkan wahai Abu Bakar, sekarang ini hari lebaran silahkan orang menyanyi,” Tapi begitu ada konten dalam nyanyian yang tidak benar, Nabi meluruskannya. Hadis tersebut terdapat dalam riwayat Imam Bukhari.

Sedangkan mengenai pernyataan yang mengatakan bahwa alat musik itu haram, juga perlu diluruskan. Sebab alat itu tidak ada hukumnya, tetapi ketika digunakan di situ ada hukum yang lahir. 

Konteks pengharaman seruling, karena ketika dipakai membuat orang yang mendengarkan lalai. Akan tetapi, Nabi Daud pun memainkan seruling tapi itu tidak melalaikannya dari mengingat Allah.
“Bukan alatnya yang dilarang tetapi penggunaannya. Kalau dulu dilarang itu karena digunakan untuk sesuatu yang buruk. Alat tidak ada hukumnya, hemat saya begitu,” tutup Prof. Quraish.
Imam Al-Ghazali tidak menemukan satu pun nash yang secara jelas mengharamkan msuik. Kalau pun ada nash yang mengharamkan musik dan nyanyian, keharamannya itu bukan didasarkan pada musik dan nyanyian itu sendiri, tetapi karena dibarengi dengan kemaksiatan seperti minum-minuman keras, perzinaan, perjudian, ataupun melalaikan kewajiban.

Adapun aktivitas mendengarkan musik atau nyanyian itu sendiri, menurut Imam Al-Ghazali seperti disebutkan di atas, halal. Jadi Imam Al-Ghazali memisahkan secara jelas antara musik beserta nyanyian itu dan kemaksiatan yang diharamkan secara tegas di dalam nash maupun qiyas terhadap nash.

Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan, perbuatan, atau sarana; misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat. Atau, syairnya yang bertentangan dengan syara, seperti mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, atau mempropagandakan sekularisme.

Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if (lemah). 

Imam Ibnu Hazm, “Jika belum ada perincian dari Allah Swt. maupun rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini (dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik), maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” 

Menurut pendapat ini, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah alias boleh. 

.................. bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar