Jumat, 05 September 2025

 Guru Juga Manusia, Tugas* *Mulia Butuh Biaya



Guru sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka adalah pejuang yang mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk generasi yang berilmu, berkarakter, dan berdaya saing. 

Namun, di balik gelar mulia itu, ada kenyataan pahit yang jarang diperhatikan: guru juga manusia. Mereka tidak hanya butuh pengakuan moral, tetapi juga dukungan nyata berupa kesejahteraan dan biaya hidup yang layak.

Tugas Mulia Tidak Bisa Berjalan Tanpa Biaya

Mengajar adalah tugas mulia. Namun, mari kita jujur: tugas mulia itu tidak bisa berjalan dengan baik jika tidak ada dukungan biaya. Guru harus berangkat ke sekolah setiap hari, mengajar dengan persiapan yang matang, membeli perlengkapan mengajar, membayar internet untuk pembelajaran digital, bahkan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Semua itu membutuhkan biaya.

Seperti motor yang butuh bensin agar bisa bergerak, guru pun membutuhkan "bahan bakar" berupa gaji dan tunjangan yang layak. Tanpa itu, bagaimana mungkin guru bisa fokus mengajar dengan tenang? Banyak guru honorer di Indonesia masih menerima gaji ratusan ribu rupiah per bulan, bahkan ada yang hanya dibayar setiap tiga bulan sekali. Jumlahnya sangat jauh dari cukup untuk kebutuhan hidup.


Pertanyaan untuk Para Menteri dan Pejabat

Di sisi lain, kita melihat ironi yang begitu mencolok. Para menteri, pejabat tinggi negara, hingga anggota DPR, mendapatkan gaji dan fasilitas melimpah. Mereka menerima gaji bulanan belasan hingga puluhan juta rupiah, ditambah berbagai tunjangan, fasilitas kendaraan, rumah dinas, bahkan perjalanan dinas yang semuanya ditanggung negara.

Pertanyaannya sederhana:

  • Bukankah para menteri juga manusia yang butuh biaya untuk bekerja?
  • Kalau memang bisa bekerja tanpa biaya, mengapa gaji menteri begitu besar?
  • Jika tugas guru dianggap mulia, mengapa negara tidak memberikan dukungan biaya yang cukup?

Perbandingan ini terasa menyakitkan. Menurut data publikasi, seorang menteri di Indonesia bisa menerima gaji pokok sekitar Rp19 juta per bulan, belum termasuk tunjangan dan fasilitas yang nilainya jauh lebih besar. 

Sementara itu, guru honorer di pelosok negeri hanya digaji Rp350 ribu per bulan, bahkan ada yang lebih rendah. Perbedaan ini bagaikan bumi dan langit.


Guru yang Berjuang di Tengah Keterbatasan

Banyak kisah guru di berbagai daerah yang harus berjuang keras untuk bisa tetap mengajar. Ada guru honorer yang harus berjalan kaki belasan kilometer menuju sekolah karena tidak mampu membeli kendaraan bermotor. 

Ada guru yang mengajar sambil berjualan makanan kecil demi menutupi kebutuhan hidup. Bahkan ada yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek atau buruh harian. Apakah ini pantas dialami oleh mereka yang disebut sebagai ujung tombak pendidikan? Bagaimana mungkin kita berharap pendidikan Indonesia maju jika gurunya masih disibukkan oleh persoalan perut?

Guru memang ikhlas mengabdi, tetapi ikhlas saja tidak cukup. Mereka juga butuh dukungan nyata. Tidak bisa selamanya guru diminta berkorban dengan alasan pengabdian. Sebab pada akhirnya, guru juga manusia yang punya keluarga, anak, dan kebutuhan hidup sehari-hari.


Harus Ada Dukungan Nyata dari Pemerintah

Sudah saatnya pemerintah berhenti hanya memberikan janji manis dan slogan indah tentang pentingnya guru. Jika benar guru adalah pahlawan bangsa, maka berikan penghargaan yang nyata dalam bentuk kesejahteraan yang layak.

Dukungan nyata itu bisa berupa:
  1. Gaji Layak untuk Semua Guru – Tidak boleh ada lagi guru, khususnya guru honorer, yang digaji di bawah upah minimum.
  2. Tunjangan Kesejahteraan – Guru harus mendapat tunjangan yang mencukupi untuk biaya hidup, bukan sekadar tambahan kecil yang tidak terasa
  3. Jaminan Pensiun – Setelah mengabdi puluhan tahun, guru seharusnya tidak dibiarkan hidup susah di masa tua.
  4. Fasilitas Pelatihan – Guru harus difasilitasi untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi tanpa harus mengeluarkan biaya pribadi yang besar.
Jika pemerintah berani memberikan fasilitas mewah kepada pejabat, mengapa tidak bisa memberikan kesejahteraan yang layak untuk guru?


Komentar Omjay, Guru Blogger Indonesia

Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd atau yang akrab disapa Omjay, menyampaikan pandangannya dengan jujur:

"Saya sering kali melihat guru hanya diminta mengabdi dengan ikhlas, padahal ikhlas saja tidak cukup. Guru juga manusia yang butuh biaya hidup. 

Kalau menteri dan pejabat saja bisa mendapatkan gaji besar karena dianggap melaksanakan tugas penting, mengapa guru yang tugasnya mencerdaskan anak bangsa justru sering dibiarkan dengan gaji kecil? Ini ironi yang harus segera diubah. Guru sejahtera, pendidikan pun akan berkualitas."

Suara Omjay ini bukan hanya miliknya sendiri, melainkan cerminan dari jeritan hati jutaan guru di seluruh Indonesia. Mereka tidak menuntut kemewahan, hanya meminta hak yang layak agar bisa bekerja dengan tenang dan fokus.


Pendidikan Maju Berawal dari Guru yang Sejahtera

Pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Kita tidak bisa berharap banyak dari sistem pendidikan yang gurunya masih hidup dalam keterbatasan. Guru yang sejahtera akan mengajar dengan sepenuh hati, penuh dedikasi, dan menghasilkan murid-murid yang berkualitas. 

Sebaliknya, guru yang terus menerus dipaksa bekerja dengan gaji rendah hanya akan merasa lelah, kecewa, dan kehilangan motivasi.

Negara-negara maju telah membuktikan bahwa kesejahteraan guru adalah fondasi penting dalam membangun pendidikan. Di Finlandia, misalnya, guru mendapatkan penghargaan tinggi dan gaji yang layak sehingga profesi guru menjadi salah satu pekerjaan yang paling diminati. Indonesia seharusnya belajar dari sana.


Penutup

Guru memang menjalankan tugas mulia, tetapi tugas mulia itu juga butuh biaya. Jangan biarkan guru hanya hidup dari kata-kata indah dan pujian kosong. Berikan mereka hak yang layak agar pendidikan benar-benar bisa menjadi mercusuar bangsa.

Guru bukan malaikat yang tidak makan dan tidak tidur. Mereka juga manusia yang punya kebutuhan hidup. Jika benar kita mencintai pendidikan, maka mulai hari ini hargailah guru dengan memberikan kesejahteraan yang pantas.

✍️ Karena pada akhirnya, kualitas pendidikan Indonesia ditentukan oleh satu hal sederhana: apakah guru-gurunya sejahtera atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar