Minggu, 02 Oktober 2016

Ri’ayah Jamahiriyah




Ketekunan kita dalam membangun aspek nukhbawiyah (kaderisasi), harus dibarengi dengan ketekunan kita dalam membangun jamahiriyah (kemasyarakatan). Ada tiga unsur yang harus kita perhatikan;

Pertama, sudah sejauh mana kita terlibat dalam ri’ayah mashalih ijtima’iyah (memelihara kepentingan publik). Kemudian yang kedua, sejauh mana kita terlibat dalam siyaghatu al-bina al-ijtima’i (membentuk bangunan sosial), yaitu upaya memperbaiki yang porak poranda. 

Ini adalah bangunan yang rusak. Bagaimana struktur masyarakat kita perbaiki sehingga menjadi bina muta’arif (bangunan yang saling mengenal), bina muta’awin (bangunan yang saling menolong), mutafahim (bangunan yang saling memahami), mutakafil (bangunan yang saling menanggung), sehingga menjadi mujtama qawi (masyarakat yang kuat).

Kata ulama dakwah, sasaran dalam membentuk ruh ukhuwah itu adalah hatta takunal ummatu ikhwanan muslimin, sehingga masyarakat menjadi kaum yang bersaudara. Na’udzubillah, jangan sampai kita sendiri tidak memiliki karakter tersebut. 

Tapi insya Allah kita sudah memiliki karakter tersebut dan kita ingin menularkan kepada masyarakat luas dalam rangka siyaghatu al-bina al-ijtima’i. Bagaimana menata masyarakat agar rukun dalam berumah tangga, rukun dengan tetangga, rukun antar partai, rukun antar golongan.

Bukankah kalau mereka rukun, mereka dapat mendayagunakan potensinya untuk disumbangkan ke masyarakat dan kepada umat manusia pada umumnya? Masyarakat harus bisa merasakan, bahwa kita ini terlibat dalam siyaghatu al-bina al-ijtima’i dan membela masyarakat.

Ketiga, bagaimana kita bisa terlibat dalam halul qadhaya al-ijtima’i (memberi solusi atas problematika masyarakat). Bagaimana kita terlibat dalam mencari solusi untuk problem kemasyarakatan, problem nasional, dan problem internasional.

Jika masyarakat sudah merasakan dan mengakui upaya dan keterlibatan kita dalam siyaghatu al-bina al-ijtima’i (membentuk bangunan sosial), ri’ayah mashalih ijtima’iyah(memelihara kepentingan publik), sebagai sasaran pertama dalam pengelolaan jamahiri, maka otomatis masyarakat bukan hanya percaya kepada agenda kita, melainkan juga meningkat ke sasaran kedua: mendelegasikan wewenang memperjuangkan kepentingan mereka, nasib mereka, dan memperjuangkan cita-cita mereka. 

Bahkan kemudian akhirnya dukungan masyarakat itu meningkat lagi menjadi legitimasi politik / dukungan kepada kita.

Hal ini sangat penting sebagai kelanjutan terhadap dukungan kredibilitas moral yang kita miliki, disiplin normatif, kemampuan intelektual yang ideal rasional tapi realistis. Kalau sudah diakui seperti itu oleh masyarakat, insya Allah masyarakat akan sampai ke tingkat mem-back up legitimasi dukungan politik kepada kita.

Bila kita sudah mendapatkan back up legitimasi politik dari masyarakat, maka akan mampu meningkatkan kerja legislatif kita, yaitu mampu menjadikan nilai-nilai yang kita anut men-shibghah produk-produk legislatif berupa Perda, UU, dan tap MPR. 

Namun untuk itu kita memerlukan legitimasi dari jumhur masyarakat melalui suara atau pilihannya dalam pemilu. Jadi bukan hanya pujian-pujian kepada menara gading atau pohon bonsai, tapi berupa dukungan politik yang riil.

Jadi itulah kira-kira garis besar ri’ayah jamahiriyah (pemeliharaan masyarakat) kita. Kerjanya tiga hal dan yang kita inginkan juga ada tiga hal. Kerjanya melalui: siyaghatu al-bina al-ijtima’i(membentuk bangunan sosial), ri’ayah mashalih ijtima’iyah (memelihara kepentingan publik), dan halul qadhaya al-ijtima’i (memberi solusi atas problematika masyarakat). 

Hasilnya minimal ada tiga: mereka memberikan dukungan dan percaya kepada agenda-agenda kita, mendelegasikan kepada kita untuk memperjuangkan nasib, kepentingan, dan cita-cita mereka, serta memberikan back up politik bagi kita.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar