Setelah Allah menciptakan Adam, mengajarkan nama-nama kepadanya, meminta para malaikat menyampaikan nama-nama tersebut -yang ternyata mereka tak mampu menyebutkannya; Dia perintahkan makhluk terbuat dari cahaya, itu agar bersujud kepada Adam.
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka, mereka pun sujud, kecuali iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir (QS. Al-Baqarah: 30).
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ
Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) ketika Aku perintahkan kepadamu?" Menjawab iblis, "Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (QS. Al'A'raf: 12).
Rasulullah saw. suatu hari memanggil seluruh keluarga, semuanya lengkap dengan nasab mereka satu persatu. Lalu, beliau bersabda:
"Wahai golongan orang Quraisy', peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Bani Abdi Manaf, aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah.
Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah. Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah.
Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa saja yang kamu mau (dari hartaku), sungguh aku tidak dapat sedikit pun di hadapan Allah." (HR. Bukhari).
Dalam kesempatan lain, Nabi saw. bersabda, "Hendaklah mereka segera berhenti dari membangga-banggakan nenek-moyang mereka .... (HR. Tirmidzi).
"Wahai manusia, ketahuilah bahwa Tuhan kalian adalah satu, dan bahwa nenek moyang kalian adalah satu.
Ingatlah bahwa tidak ada keunggulan bagi seorang Arab atas non-Arab; atau sebaliknya, dan tidak ada keunggulan bagi orang yang berkulit putih atas kulit hitam, atau sebaliknya, kecuali dengan ketakwaan." (HR. Ahmad).
Imam Thawus bin Kaisan, ulama besar Yaman, pernah melihat Imam Ali Zainal Abidin cucu Ali bin Abi Thalib ra., cicit Rasulullah saw., berdiri di bawah naungan ka'bah; sedang meratap, bermunajat, dan berdoa sambil menangis.
Thawus bertanya, "Wahai cucu Rasulullah, kulihat Anda dalam keadaan demikian padahal Anda memiliki 3 keutamaan yang saya kira bisa mengamankan Anda dari rasa takut."
Imam Ali Zainal Abidin berkata, "Apakah itu, wahai Thawus?"
Thawus menjawab, "1. Anda adalah keturunan Rasulullah saw. 2. Anda akan mendapatkan syafaat dari kakek Anda, & 3. Rahmat Allah bagi Anda."
Ali Zainal Abidin berkata, "Wahai Thawus, garis keturunanku dari Rasulullah tidak menjamin keamananku setelah kudengar firman Allah:
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ
… kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka hari itu …" (QS. Al-Mu'minun: 101).
Ia lalu melanjutkan, "Adapun tentang syafaat kakekku, Allah Swt. telah menurunkan firman-Nya:
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ
"Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah." (QS. Al-Anbiya: 28).
Sedangkan mengenai rahmat Allah, lihatlah firman-Nya:
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
"Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat pada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-A'raf: 56).
Kemuliaan nasab tidak menjadikannya sombong dan tidak merasa aman dari azab, bahkan cicit Nabi saw itu, sering berdoa sambil menangis memohon ampunan dari Allah.
Rasulullah saw pun bersabda, "Barang siapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya." (HR. Muslim).
Yang menyampaikan semua itu adalah orang paling mulia, Rasulullah saw. dan -seorang yang sangat jelas nasabnya menyambung kepada Kanjeng Nabi saw.
Imam Ali Zainal Abidin adalah seorang yang dermawan, penyabar, rendah hati, santun dalam berbicara, dan memiliki hati yang bersih.
"Bagaimana kalau kita, orang biasa-biasa ini, mengaku keturunan Nabi -dengan bukti atau tidak; dan suka berkata atau bersikap kasar; serta merasa bisa memberikan keselamatan di akhirat?"
"Itu menyelisihi Al-Quran dan hadits Nabi saw. -yang mengajarkan bahwa mulianya seseorang bukan karena keturunan atau nasab, melainkan lantaran ketakwaannya."
Di antara tanda-tanda orang bertakwa, selain ibadahnya kepada Allah sangat banyak, adalah kepada manusia dia lemah lembut -dalam kata dan sikap, tidak suka menyakiti orang lain; seperti dipesankan seorang ibu kepada anaknya, dalam lagu "Jang"- yang viral itu:
Jang, sing jadi jalma hadé/ Nak, jadilah orang hebat.
Sing jadi jalma gedé/ Jadilah orang besar.
Beunghar harta, jembar hate/ Kaya harta, kaya hati.
----------
Sing pinter tur bener/ Pintar dan benarlah, senantiasa
Sing jujur tong bohong/ Jujurlah, jangan berbohong
Ulah nganyerikeun batur/ Jangan menyakiti hati orang lain
Ngarah hirup loba dulur/ Agar hidup banyak saudara
Raksa ucap lampah/ Jaga kata dan perbuatan
Tékad jeung tabéat/ sikap dan perbuatan
Ngarah pinanggih bagja/ Agar kau bahagia
Salamet dunya akhérat/ Selamat dunia-akhirat
Jang, jang, sing jadi jalma soléh/ Nak, nak, jadilah orang salih.
Hal harus bersikap santun, diajarkan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun -orang pilihan Tuhan, paling mulia, bahkan ketika menghadapi manusia paling kejam sekalipun, Fir'aun:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى٤٣ فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka, berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut; mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44).
Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menyebutkan bahwa ayat di atas mengandung pelajaran yang agung.
Meskipun kepada manusia paling kejam, sedangkan Musa adalah nabi mulia; tetapi beliau tetap diperintah untuk berkata lembut, bukan dengan perkataan yang kasar, apalagi disertai sikap yang kasar.
Merasa lebih mulia dari orang lain, mengaku turunan orang suci, berkata dan bersikap kasar kepada sesama -sambil menyebut-nyebut ajaran agama -untuk mendukungnya; tidak sesuai dengan ajaran Quran dan menyalahi Hadits.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa." (QS. Al-Hujurat:13).
إنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا
"Sesungguhnya orang paling baik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya." (HR. Ahmad).
Al-Quran menyebutkan bahwa yang membuat seseorang mulia, bukan karena nasab, melainkan sebab takwanya. Hadits menegaskan bahwa orang yang paling baik adalah yang paling bagus akhlaknya.
Bagi saya pribadi, keturunan atau bukan keturunan manusia suci, siapa pun dia -sepanjang berakhlak baik, tetap harus dihargai dan dihormati. "Sayangilah yang di Bumi, Engkau akan Dikasihi oleh yang di Langit!"
Bilal yang berkulit hitam dan tak ada hubungan nasab dengan Nabi Muhammad saw, tapi karena akhlak dan amal salihnya yang bagus, disayangi Kanjeng Nabi saw dan dimuliakan Allah Swt. Orangnya masih hidup, namanya sudah terdaftar di surga.
Iblis bersikap sombong. tak mau sujud kepada Adam dan membangkang terhadap perintah Tuhan sebab ia merasa memiliki asal-muasal atau "nasab" yang lebih mulia dari Nabi Adam as.
Sikap sombong akan mencelakakan diri sendiri:
"Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu." (HR. Muslim)
Sombong dan merasa lebih karena memiliki sesuatu dalam bahasa Jawa Barat disebut agul. Asal-muasal, nenek moyang, leluhur, atau nasab; orang Sunda menyebutnya karuhun.
Sombong, merasa lebih mulia dari yang lain karena karena semua hal itu adalah Agul ku Karuhun. Seolah, nenek moyang atau karuhun bisa melindungi di hari akhir, nanti.
Sesuatu yang sehari-hari bisa melindung (dari panas dan hujan -apalagi di Bogor) adalah payung. Kalau payungnya sudah tua, telah bertahun-tahun tak ganti; batang penyangganya banyak yang patah, kainnya sobek-sobek; disebut payung butut.
Berbangga-bangga dengan nenek moyang atau karuhun, orang tua Sunda bilang: "Agul ku Payung Butut!"
Ciomas, 4 September 2024, bakda Ashar. Salam, Jr.