Ayah dan Bunda, para ulama menggolongkan 5 tipe anak dalam Al-Qur’an:
1. Anak Sebagai Ujian
1. Anak Sebagai Ujian
Allah Berfirman:
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
(QS Al-Anfaal [8]: 28)
Ibnu Katsir menerangkan maksud ayat ini, yaitu harta dan anak diberikan supaya Allah mengetahui apakah kita bersyukur dan tambah menaati Allah, atau malah harta dan anak ini membuat kita sibuk dan menjadi teralihkan perhatian dari Allah.
Bila sudah begini harta dan anak akan menjadi pengganti Allah. Ini berarti kita gagal ujian. Padahal sesungguhnya Surga dan pahala Allah lebih baik dari harta dan anak-anak di dunia ini.
2. Anak Sebagai Perhiasan Hidup Dunia
Allah Berfirman:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(QS Al-Kahfi [18]: 46)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini mengingatkan bahwa secinta-cintanya kita pada anak dan harta, kita harus tetap lebih cinta kepada Allah. Harta dan anak adalah perhiasan yang membuat kita tampak indah dan megah di hadapan manusia. Tetapi perhiasan itu terbatas pada hidup di dunia ini saja.
Karena itu Ayah dan Bunda, cinta kepada anak tidak boleh mengalahkan kemesraan hubungan kita kepada Allah. Karena itu bila ada masalah dalam mengurus anak, adukan masalahnya dalam doa kepada Allah. Bila anak meraih prestasi membanggakan, bersyukurlah dan tambahlah cinta kepada Allah karena anugerah ini.
3. Anak Sebagai Cahaya Mata/Penyenang Hati
Allah Berfirman:
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS Al-Furqan [25]: 74)
Ayat ini menerangkan bahwa anak yang menjadi penyenang hati dan cahaya mata adalah anak yang ibadahnya tersambung dengan ibadah kita. Maksudnya ibadah yang kita lakukan diteruskan dan bahkan diperbaiki oleh anak-anak dan keturunan kita.
Juga hidayah yang kita dapatkan bisa bermanfaat buat anak-anak. Hidayah bisa diartikan petunjuk jalan agar kita tidak tersesat menuju kemenangan yang dijanjikan Allah. Misalnya: bila kita mendapat hidayah melalui sikap dermawan, semoga sikap dermawan itu juga dimiliki oleh anak-anak kita. Demikian menurut Ibnu Katsir.
Betapa banyak orangtua yang ibadahnya bagus tetapi anaknya berperilaku kebalikannya? Semoga kita dihindarkan dari hal yang demikian.
4. Anak Sebagai Musuh
Allah Berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS At-Tagaabun [64]: 14)
Kok bisa pasangan dan anak jadi musuh? Tentu, bila mereka menolak amal shalih dan menghalangi kita dari beramal shalih. Misalnya: seorang suami yang terlalu mencintai keluarganya sehingga ia menuruti apapun yang mereka minta sehingga membuatnya lalai dari shalat dan ibadah lain yang Allah perintahkan. Demikian menurut Ibnu Katsir.
5. Anak Sebagai Amanah
Allah Berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS At-Tahrim [66]: 6)
Ibnu Katsir menerangkan bahwa amanah anak dan keluarga bukan sekadar mencukupi kebutuhan mereka, tetapi yang lebih utama adalah menyuruh mereka taat kepada Allah dan mencegahnya dari berbuat durhaka.
Bila anak berbuat durhaka, tidak boleh rasa sayang itu menghalangi kita dari menegur dan menasihatinya agar kembali ke jalan Allah. Kita juga harus mencegah anak berbuat lalai. Misalnya dengan menghentikannya main gadget dan mengajaknya shalat bila adzan telah tiba.
Intinya Ayah dan Bunda, dianugerahi anak seharusnya membuat kita bersyukur dan tambah mencintai Allah, bukan malah begitu mencintai anak sampai mengalahkan cinta kepada Allah. Bentuk bersyukur kita mendapat anak bagaimana? Yaitu dengan mengajarkan mereka keshalihan dan menjadikan anak-anak hamba-hamba Allah yang shalih.
Prinsipnya sederhana, tetapi pelaksanaannya membutuhkan seluruh doa dan perjuangan.
Salam Smart Parents!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar